Puisi-puisi yang terkumpul dalam antologi “Ada Kata Terselip Tanya” merupakan potongan penangkapan makna dari pada realita yang tertampil dalam fragmen-fragmen kecil. Kesemuanya di tulis dalam kurung waktu akhir tahun 2022 hingga Mei 2023. Sebagai buku sederhana, tentu bukanlah hal mudah untuk diwujudkan dalam karya buku nyata seperti ini. Alih-alih sebagai karya pertama mereka. Yaitu, para siswa-siswi sebuah madrasa aliyah di pelosok pedesaan di ujung pulau garam.

Antologi puisi berkutat sekitar hal-hal sederhana harian yang direnungi dan dicermati dalam potongan-potongan kecil bait puisi. Yaitu mengenai kehidupan mereka, sekolah tempat mereka belajar, keluarga tempat mereka dibesarkan, guru sebagai sosok yang mengajarkan dan mendidik serta hal-hal unik lainnya.

Sosok guru digambarkan sebagai sosok pejuang, yang mengorbankan dan mengabdikan diri demi pendidikan. Dalam judul, “Sekolah Cahaya Ilmu”, oleh Holimatuzzahroh mengatakan, “… dengan telaten dan penuh semangat serta perjuangan.” Seolah menunjukkan bahwa profesi guru adalah ladang perjuangan, dengan segala gaji dan bayaran yang pas-pasan. Bahkan, guru pun sangat sampai kehilangan jiwa gurunya; sebagai pahlawan. Sebagiamana dalam bait Maimunatul Fitiryah, “perpustakaan hilang, kantor guru hilang, tempat ibadah juga hilang, semua hilang.” Hilang dalam arti tergantung pembaca memandangnya.

Tak hanya mengenai guru, kejenakaan dalam salah satu puisi tertuang dalam bait mengenai ayah. “Ayah … kurindu perjuanganmu, penguatku. Kurindu kumis tebalmu, tak henti.” Entahlah, semua makna dan arti milik para pembaca. Kepolosan dalam memandang sesuatu apa adanya, berani berkata jujur adalah hal positif yang perlu dihargai. Akan ada banyak kejutan yang akan ditemui seiring makna yang didapat dalam membaca buku ini.